Codex Alimentarius Commission telah menjadi perhatian dunia yang sangat penting, karena standar, pedoman dan rekomendasi yang ditetapkan oleh Codex telah menjadi referensi global dalam perdagangan pangan internasional yang berkaitan dengan keamanan pangan di bawah Perjanjian SPS WTO. Untuk itu, sebagaimana juga telah dinyatakan dalam Rencana Strategis Codex Committee untuk kawasan Asia, negara-negara Asia harus memainkan peran penting dalam sistem Codex. Hal tersebut bukan hanya karena mayoritas penduduk berada di kawasan Asia, tetapi juga karena dewasa ini telah terjadi peningkatan produksi pangan di wilayah Asia sehingga memunculkan kebutuhan untuk memastikan keamanan dan kualitas makanan yang akan dikonsumsi.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Bambang Prasetya, Kepala Badan Standardisasi Nasional, dalam sambutannya pada pembukaan acara “Codex Alimentarius Workshop for Members from the CCASIA Region” di Bogor, Indonesia, pada tanggal 23 September 2014.
Workshop tersebut sendiri dilaksanakan selama 3 (tiga) hari, yaitu 23-25 September 2014, dengan tujuan untuk saling bertukar pandangan/pemikiran dan sharing pengalaman antara delegasi dari negara kawasan Asia dan negara Amerika Serikat. Workshop dihadiri oleh sekitar 50 orang, delegasi dari negara Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Pakistan, Philiphina, Republik Rakyat Tiongkok, Thailand Viet Nam, Amerika Serikat dan Indonesia. Workshop diselenggarakan atas kerjasama antara US Codex, US Departement of Agriculture, Texas A&M University, Southeast Asia Food and Agriculture Science and Technology Center (SEAFAST Center) Institut Pertanian Bogor, dan BSN selaku Codex Contact Point Indonesia.
Melalui workshop ini, diidentifikasi beberapa isu-isu penyusunan standar Codex yang sangat relevan dengan kepentingan negara di kawasan Asia, yaitu antara lain maksimum level for Lead in Fruit and Vegetables, canned fruit and vegetables, fruit juices; maksimum level for Inorganic Arsenic in husked rice; maksimum level for Cadmium in Chovolate and cocoa products, Code of Practices on prevention and recution of Arsenic in rice. Workshop juga mendiskusikan bagaimana meningkatkan partisipasi aktif negara di kawasan Asia dalam kegiatan Codex. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan program The Codex Trust Fund melalui dukungan riset untuk memperoleh scientific data, serta berpartisipasi aktif dalam keanggotaan elektronic Working Group (eWG) sehingga dapat terlibat dalam penyusunan standar Codex sejak awal.
Wakil dari Indonesia, Prof. Purwiyatno Hariyadi, Direktur Seafast Center IPB, juga memaparkan pemikirannya mengenai “Concern of Developing Countries on Phenomena of Chasing Zero”. Yaitu sebuah fenomena dimana negara-negara maju terutama negara tujuan ekspor menetapkan persyaratan terutama batas minimum cemaran yang semakin ketat, bahkan bebearapa melebihi persyaratan Codex, sehingga berdampak kepada penolakan ekspor negara-negara berkembang. Menghadapi kondisi ini, setiap negara memerlukan setidaknya standar dan infrastruktur pendukungnya, dan oleh karenanya diperlukan lembaga standardisasi nasional, lembaga metrologi, dan laboratorium penguji yang kompeten. Selanjutnya, workshop lebih spesifik membahas isu-isu yang terkait dengan Sidang Codex Committee mengenai Food Hygiene dan Food Labelling. Kedua komite ini sangat penting dan strategis karena standar yang dihasilkan umumnya akan menjadi ketentuan yang dirujuk oleh komite komoditi produk.