TIDAK semua air minum aman dikonsumsi. Sebagian air minum malah sudah tercemar kuman dan bisa memicu berbagai penyakit. Bahkan, hampir 50 persen penyakit disebabkan oleh air minum yang tercemar.
Diare, tifus, juga disentri adalah penyakit yang sering terjadi di Indonesia dengan angka kejadian yang cukup tinggi. Jika tidak ditangani dengan tepat, penyakit tersebut dapat berakibat fatal, bahkan menyumbang angka kematian yang cukup signifikan. Ternyata faktor penyebab penyakit tersebut umumnya bersumber dari air minum yang tidak higienis.
”Tercemarnya sumber air minum oleh kuman dan cemaran lain, dapat membahayakan kesehatan. Selain itu, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai metode pengolahan air minum yang ideal juga bisa menjadi alasan terjadinya penyakit tersebut,” tutur pakar Kesehatan Lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr R Budi Haryanto SKM MKes MSC.
Budi menuturkan, di Indonesia, jumlah penderita diare terus meningkat, termasuk juga pada jumlah angka kematiannya yang cukup signifikan. Diare menjadi penyebab kematian nomor 2 pada balita, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 pada seluruh kalangan umur.
”Hampir 50 persen penyakit yang diderita masyarakat Indonesia ini disebabkan air minum yang tercemar dan pola hidup tidak bersih. Angka kejadian penyakit infeksi yang disebabkan oleh hal tersebut salah satunya diare,” ungkapnya dalam acara temu media dengan tema ”Waspadai Ancaman di Balik Air Minum Anda” yang digelar PT Unilever Indonesia di restoran The Apartement, Kuningan, Jakarta, belum lama ini.
Budi menuturkan, diare yang umum terjadi disebabkan oleh air minum yang tercemar bakteri Escherichia coli—dari tinja manusia dan hewan. Sementara, untuk kasus tifus, di Indonesia rata-rata mencapai 900.000 kasus per tahun dengan angka kematian lebih dari 20.000. Sebesar 91 persen kasus infeksi ini terjadi pada usia 3 sampai 19 tahun.
Seperti yang telah disebutkan bahwa fenomena ini mengingatkan akan penyediaan air yang layak minum sebagai bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang perlu mendapatkan perhatian serius dari masyarakat guna menurunkan tingkat kejadian penyakit infeksi tersebut.
Berdasarkan data dari USAID pada 2008 menyebutkan, fenomena ini berhubungan dengan masih rendahnya cakupan ketersediaan air bersih di Indonesia. Bagaimana tidak, di Indonesia ketersediaan air bersih pada 2007 baru mencapai 49 persen. Artinya, lebih dari setengah penduduk Indonesia masih mengandalkan sumber air minum dari air permukaan, air sumur gali, air sungai, dan air hujan yang tidak terlindungi. Adapun sebagian besar tercemar oleh bakteri Ecoli tinja.
”Memperhatikan persediaan air bersih, cukup, secara estetis dapat diterima seperti tidak berwarna dan tidak bau, adalah hal yang penting dilakukan untuk menghindari penyakit akibat pencemaran air,” paparnya.
Pakar Mikrobiologi Pangan dari Fakultas Teknologi Pertanian dan SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor, Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi M.SC, mengatakan bahwa air bersih dan air layak minum atau air minum adalah dua hal yang berbeda. ”Tidak semua air bersih layak minum, tetapi air layak minum biasanya berasal dari air bersih,” katanya di acara yang sama.
Ratih mengungkapkan, kualitas sumber air bersih ditentukan juga oleh keadaan lingkungan sekitar. Misalnya jarak sumber air bersih dari kakus minimal berjarak tidak kurang dari 10 meter.
Untuk keamanan konsumsi air minum yang baik ialah harus memenuhi beberapa persyaratan, baik dari segi bakteriologi, kimiawi, fisik, maupun radioaktivitas. Ratih mengatakan, air minum yang berkualitas dan layak minum harus dapat diterima secara estetis, tidak keruh, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak mengandung partikel terlarut dalam jumlah tinggi.
”Air bersih juga tidak mengandung kuman dan logam berat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan,” tuturnya. Air minum yang secara kasatmata tampak jernih, belum tentu memenuhi kriteria dan standar mutu air minum yang telah ditetapkan.
Ratih berpesan bahwa cara pengolahan sumber air menjadi air layak minum perlu diperhatikan. Misalnya dalam skala industri, proses pengolahan air menjadi air layak minum terdiri atas beberapa tahap yang melibatkan penghilangan gas, penghilangan kekeruhan, pembunuhan kuman, penghilangan kesadahan, dan penghilangan bau dan rasa.
Dalam skala rumah tangga, metode pengolahan sumber air yang lazim digunakan masyarakat adalah dengan perebusan. Untuk itu, air harus dimasak air hingga 100 °C, apabila dengan kompor gas dimasak selama sedikitnya 2 menit per liter untuk mampu membunuh bakteri dan mikroba lain yang berbahaya.
Edukasi dan sosialisasi mengenai metode pengolahan air minum yang aman guna mencegah berbagai penyakit infeksi, sekaligus pemahaman akan mutu dan kualitas air minum yang layak untuk digunakan sehari-hari sangat dibutuhkan masyarakat. Dengan begitu, peningkatan kasus masalah penyakit yang disebabkan pencemaran air tidak terjadi lagi. (lifestyle.okezone.com)