News

Pemerintah Usul Raskin Dicampur Sagu

JAKARTA–Kementerian Pertanian mengusulkan agar penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) disesuaikan dengan makanan pokok masyarakat setempat. Bulog sebagai penyalur raskin hendaknya tidak memaksakan memberikan beras kepada masyarakat yang mengkonsumsi komoditas pangan lain seperti sagu, jagung, singkong, atau ganyong.

”Artinya raskin itu bisa diberikan dengan sagu, jagung, singkong, atau ganyong. Tidak 15 kilogram semuanya beras, tapi ada yang berupa sagu atau lainnya itu,” ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Achmad Suryana, Kamis (16/9).

Menurut Suryana, penyaluran raskin dengan komposisi campuran jenis pangan lokal akan mendukung upaya pemerintah melakukan diversifikasi pangan. Bulog tidak perlu memberlakukan semua penyaluran raskin dengan komposisi campuran pangan lain. ”Hanya di daerah-daerah tertentu saja,” jelasnya.

Suryana mencontohkan, pemberlakuan raskin campuran bisa diaplikasikan untuk masyarakat Maluku (sagu), Nusa Tenggara Timur (jagung), Gunung Kidul-DI Yogyakarta (tepung singkong), Papua (tepung ubi jalar), dan Trenggalek-Jawa Timur (jagung). “Ini masyarakat yang memang mengkonsumsi nonberas, Maluku juga bukan berarti semua wilayah Maluku, hanya masyarakat tertentu saja. Begitu juga dengan Papua dan NTT,” cetusnya.

Dikatakan Suryana, usulan mengkombinasikan raskin dengan jenis pangan lain pernah diutarakan Menteri Pertanian (Mentan), Suswono, saat rapat kerja bersama Komisi IV DPR. Mentan juga pernah memunculkan wacana tersebut dalam rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian. “Tapi sampai saat ini belum ada rapat yang fokus membahas soal usulan ini,” tegasnya.

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Dahrul Syah, sepakat dengan usulan kombinasi pangan dalam penyaluran raskin. Menurut Dahrul Syah, pemerintah sebenarnya sudah mengkampanyekan upaya diversifikasi pangan sejak era 1950-an. Namun sampai saat ini tidak tampak ada kebijakan makro yang mendukung perwujudan diversifikasi pangan tersebut.

Dengan melakukan kombinasi pangan dalam penyaluran raskin, Dahrul melanjutkan, pemerintah sejatinya telah melakukan pembukaan pasar terhadap komoditas pangan nonberas. Setelah pasar nonberas tercipta, maka dengan sendirinya petani akan memperbanyak tanam pangan nonberas.

Dahrul mengingatkan, ketergantungan Indonesia terhadap beras berpotensi menimbulkan kekacauan manakala rantai produksi padi terganggu secara massal. Krisis gandum dunia yang terjadi saat ini hendaknya menjadi pelajaran betapa negara tidak boleh tergantung terhadap satu komoditas pangan tertentu.

”Upaya diversifikasi pangan mutlak harus dilaksanakan. Beras tidak boleh lagi punya tensi politik yang terlalu tinggi,” tandas Dahrul.

Sumber: REPUBLIKA.CO.ID

error: Content is protected !!