Susu Segar Langsung Belum Sepenuhnya Bebas Bakteri

Jakarta, Semakin sedikit melewati proses pengolahan, kandungan nutrisi dalam susu sapi seharusnya semakin baik. Namun tanpa dipanaskan terlebih dahulu, susu segar yang seharusnya menyehatkan justru bisa menyebabkan diare karena kandungan bakterinya cukup tinggi.

Tidak bisa dipungkiri, berbagai proses pengolahan susu segar memang menurunkan tingkat mutu dan kandungan zat gizi di dalamnya. Pasterurisasi atau pemanasan misalnya, dapat menyebabkan 60 persen nutrisi menjadi tidak aktif dan 40 persen turun kualitasnya.

“Yang berkembang saat ini, orang berlomba-lomba untuk sebisa mungkin mendapatkan susu langsung dari sumbernya. Bila dibandingkan, kandungan nutrisi dalam raw milk dengan yang sudah disterilkan sangat berbeda,” ungkap Prof Dr Ir Zaenal Bachruddin, MSc., Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, dalam seminar kampanye minum susu di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Selasa, (29/6/2010).

Namun tanpa melalui pemanasan, susu segar yang baru diambil dari sumbernya juga tidak baik karena ternyata kandungan bakterinya cukup tinggi. Kandungan nutrisi yang tinggi sebanding dengan risiko yang ditimbulkan, misalnya diare dan gangguan lain yang disebabkan oleh bakteri.

Pendinginan saja tidak cukup untuk mematikan bakteri, oleh karena itu harus dipanaskan. Risikonya memang harus mengorbankan kualitas nutrisi yang terkandung di dalamnya.

Direktur South-East Asia Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center, Purwiyatno Hariyadi, Ph.D. membenarkan bahwa susu segar di Indonesia memiliki kandungan bakteri cukup tinggi. Salah satu penyebabnya adalah infrastruktur yang kurang memadai.

“Memang tidak semua, karena ada juga yang bersih. Namun secara umum kandungan bakteri dalam susu segar di Indonesia cukup tinggi,” katanya.

Sebagian besar peternakan di Indonesia melakukan pemerahan secara manual dengan peralatan yang kadang tidak sesuai standar, sehingga mudah terkontaminasi. Berbeda dengan negara maju, susu diperah dengan alat yang langsung terhubung dengan pendingin sehingga lebih steril.

Proses pemanasan biasa dapat mematikan bakteri, namun butuh waktu lebih lama sehingga nutrisi yang hilang semakin banyak. Teknologi paling efektif menurut Purwiyatno adalah Ultra High Temperature (UHT), karena mampu mematikan bakteri dalam waktu singkat tanpa terlalu banyak mengorbankan kualitas nutrisi. (Sumber: http://health.detik.com)

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Scroll to Top