SELAIN manusia, susu juga disukai oleh mikroba. Untuk mencegah perusakan susu oleh bakteri ini, dilakukanlah sterilisasi UHT dengan pengolahan aseptik.
Dilihat dari jenis susu yang dikonsumsi, masyarakat Indonesia mengonsumsi susu cair dalam bentuk UHT 4,6 persen (118,5 ribu ton), susu steril 2,7 persen (69 ribu ton), susu pasteurisasi 1,2 persen (30 ribu ton) dan yang paling banyak dikonsumsi, yaitu dalam bentuk susu bubuk (43,3 persen). Alasannya karena susu bubuk lebih tahan lama sehingga lebih ekonomis. Pengolahan aseptik menjadi solusi atas masalah ketahanan susu.
Susu merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi anak, terutama untuk pertumbuhan. Susu dikenal sebagai salah satu bahan pangan bergizi. Tak heran jika mikroba pun menyukainya. Dan kalau sudah dikuasai oleh mikroba, susu menjadi mudah rusak.
Begitu banyak “musuh” yang menyerang susu mulai dari peternakan hingga ke konsumen, sebut saja sel vegetatif, spora, pathogen (bakteri jahat), khamir (ragi), kapang, dan virus. Titik-titik kritis atau permasalahan yang muncul, di antaranya kebersihan peternakan (pakan/kesehatan sapi, mutu susu), kondisi transportasi, kondisi pengolahan, mutu pengemasan (proses, bahan, penanganan), kondisi penyimpanan, kondisi distribusi atau display, kondisi penyimpanan di rumah tangga, dan kondisi saat dikonsumsi.
Pada dasarnya, mikroba tidak dapat tumbuh jika lingkungan tidak mendukung. Mikroba juga bisa mati jika kondisi lingkungannya dibuat ekstrim.
“Kondisi lingkungan mikroba yang bisa dikendalikan, meliputi suhu, keasaman (pH), ketersediaan zat gizi, ketersediaan air, dan ketersediaan oksigen. Itu mengapa, misalnya, yogurt lebih tahan lama daripada susu segar karena tingkat keasamannya dikendalikan, seperti halnya susu bubuk yang lebih awet karena kandungan airnya dikurangi,” jelas Purwiyatno Hariyadi dari Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center pada Media Seminar Tetra Pak “Hanya Susu Segar Untukku” di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Beberapa cara yang biasa digunakan untuk memperpanjang masa kesegaran produk pangan, seperti pendinginan, pembekuan, pemanasan, pengeringan, penambahan asam, penambahan pengawet, mengatur atmosfir, iradiasi, dan lain-lain.
Pemanasan (suhu tinggi) telah digunakan oleh manusia dalam kehidupannya sejak manusia menemukan api, termasuk untuk menambah usia produk susu. Susu diisikan pada wadah botol, kemudian disterilisasi (dipanaskan dalam susu tinggi) hingga akhirnya siap didistribusi. Namun sayang, proses pemanasan dalam suhu tinggi ini menyebabkan perubahan pada rasa, warna, tekstur, flavor, dan sebagainya.
“Pemanasan pada suhu lebih tinggi lebih efektif untuk membunuh mikroba, tetapi merusak mutu dan gizi. Sebaliknya, pemanasan pada suhu lebih rendah, tidak merusak mutu dan gizi, tetapi kurang efektif untuk membunuh mikroba,” imbuhnya.
Karenanya, ditegaskan Purwiyatno, diperlukan teknologi yang mencapai suhu tinggi dan juga turun secara cepat dibanding proses sterilisasi tradisional. Teknologi tersebut adalah sterilisasi UHT (Ultra High Temperature) dengan pengolahan aseptik. Pengolahan aseptik adalah pemanasan susu dan kemasan secara terpisah, setelah itu susu diisikan ke dalam kemasan. Pengisian produk steril ke dalam kemasan steril, dilakukan pada kondisi lingkungan steril, maka hasilnya, produk steril dalam kemasan.
Selain efektif membunuh mikroba, sterilisasi UHT dengan pengolahan aseptik juga menjamin nilai gizi produk pangan. Dan setelah dibandingkan, tingkat kerusakan setelah proses sterilisasi UHT lebih kecil dibandingkan sterilisasi biasa (pemanasan dalam botol).
Dan setelah sterilisasi dilakukan secara baik, dipaparkan Purwiyatno lebih lanjut, ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kesegaran produk, yakni perlakuan pemanasan yang cukup, pengemasan dan pengkeliman (penyegelan) kemasan secara hermetis (kedap), dan penanganan kemasan dengan baik dengan memastikan integritas sambungan dan penutupan tetap terjaga sebelum, selama, dan setelah pemanasan.
“Sangat penting mengendalikan suhu dan waktu. Tapi tidak cukup karena kondisi setelahnya harus juga diperhatikan. Jika susu yang telah disterilisasi dibiarkan terbuka, maka mikroba datang lagi. Di sini pentingnya pengemasan. Pengemasan dengan wadah tertutup mencegah pencemaran kembali. Setelah itu, sepanjang kemasan tidak bocor, mikroba tidak akan tumbuh, susu akan tetap awet,” tukasnya. (Sumber: www.okezone.com)