Direktorat Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan Webinar dalam rangka memperingati Hari Keamanan Pangan Dunia 2022, pada tanggal 9 Juni secara daring melalui youtube channel Direktorat Kesehatan Lingkungan. Webinar kali ini mengambil tema “Hidup Sehat tanpa Bahan Pencemar Pangan”. Peneliti SEAFAST Center, Prof. Ratih Dewanti-Hariyadi dan Dr. Puspo Edi Giriwono berkesempatan untuk menjadi pembicara dalam kegiatan tersebut.
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Dalam kesempatan ini, Prof. Ratih menjelaskan mengenai pengendalian pathogen untuk keamanan pangan dan Kesehatan. Mikroorganisme selalu ada dalam kehidupan kita sehari-hari, mulai dari mikroorganisme yang baik bagi Kesehatan dan tidak bagik bagi Kesehatan. Prof. Ratih menjelaskan mengenai berbagai status penyakit bawaan pangan, mikroorganisme pathogen dalam pangan meliputi berbagai faktor pendukung pertumbuhan mikroba dalam pangan; bakteri dan virus pathogen bawaan pangan yang penting, pengendalian keamanan pangan meliputi konsep keamanan pangan “farm to table”, pengendalian 5 kunci WHO meliputi penggunaan bahan baku dan air yang aman; menjaga kebersihan tangan, peralatan dan permukaan; cara memasak dengan benar; pemisahan pangan mentah dan matang; serta penyimpanan pada suhu yang tepat, dan pengendalian keamanan pangan di tingkat produsen.
Dr. Puspo Edi Giriwono dalam kesempatan ini juga menjelaskan mengenai hidup sehat tanpa (pencemar) allergen: mindset dan menyikapi risikonya. Food allergy (alergi pangan) merupakan kondisi ketika terjadi respon pada sistem kekebalan tubuh manusia yang berlebihan saat kontak dengan jenis makanan tertentu. Ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru memercayai suatu zat yang tidak berbahaya bagi tubuh, maka ia mencoba untuk melindungi tubuh dengan melepaskan histamin dan antibodi IgE untuk menyerang zat tersebut. Alergi pangan dapat terjadi dengan gejala yang berbeda untuk masing-masing individu, mulai dari gejala yang ringan hingga berat bahkan hingga menyebabkan kematian. Dr. Puspo mengungkapkan bahwa alergi pangan dapat dilatih sehingga menurunkan gejala yang ditimbulkannya, bahkan bisa sampai hilang. Selain itu dengan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi dan balita, dapat menurunkan prevalensi risiko alergi pangan pada bahan pangan. Penurunan potensi alerginitas pada bahan pangan dapat diturunkan dengan proses penanganan pangan yang tepat dan diikuti dengan komitmen manajemen, regulasi yang mengatur, rencana keamanan pangan serta manajemen sumber daya manusia yang baik.