PELUANG BERAS ANALOG SEBAGAI VEHICLE PENGANEKARAGAMAN PANGAN

Oleh :Slamet Budijanto

Masyarakat Indonesia masih bergantung pada satu komoditas yaitu beras sebagai pangan pokoknya. Sehingga pemerintah harus selalu menjaga ketersediaan stok beras nasional yang cukup sepanjang waktu. Untuk itu, Pemerintah melalui Kementrian Pertanian secara terus menerus berupaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Upaya pemerintah patut mendapat apresiasi yang baik karena berhasil meningkatkan produksi dan produktifitas padi selama beberapa tahun terkahir ini. Hal ini ditunjukkan oleh kenaikan produksi padi secara konsisten, dimana produksi padi pada tahun 2017 mencapai 79 juta tonton (BPS). Walupun pada 2 tahun terakhir produksi padi dalam negeri dapat mencukupi, akan tetapi ketergantungan pangan pokok hanya pada beras selalu dibayangi akan kemungkinan kekurangan terutama pada periode tertentu yang diikuti dengan munculnya polemik yang berkepanjangan perlu tidaknya impor beras. Oleh karena itu perlu upaya yang cukup signifikan agar program penganekaragaman pangan dapat dijalankan dengan istiqomah untuk mengrangi ketergantungan pada beras dan menjaga kestabilan ketahanan pangan nasional.

  Walupun program penganeragaman pangan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970-an, namun masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan, kecuali pengakenakeragaman ke produk terigu yang bahan bakunya 100% impor. Salah satu kelemahan program penganekeragaman pangan selama ini adalah keterbatasan vehicle yang dapat membawa aneka sumber karbohidrat ke meja makan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu perlu upaya yang serius dan konsisten untuk mencari vehicle yang dapat diterima masyarakat, sehingga dapat menjadikan aneka sumber karbohidrat dapat masayarakat memilih pangan pokoknya, tidak hanya bergantung pada beras. Untuk menjadi vehicle program penganekaragaman pangan, suatu produk haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut (1) Produk dapat diterima luas, (2) Tidak merubah kebiasaan cara mengkonsumsi pangan pokok, (3) Tidak merubah cara penyiapan (cara masak), (4) Dapat divariasikan pengolahannya sesuai dengan resep masakan aneka kuliner Indonesia, (5) Harga yang kompetitif, dan (5) Dapat dibuat dari sumber karbohidrat lokal. Beras analog merupakan salah satu produk yang dapat memenuhi kriteria tersebut.

  Teknologi pengolahan beras analog dari dari aneka sumber karbohidrat lokal, diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi masalah yang ada. Teknologi ini diharapkan dapat menjadi terobosan dalam menghasilkan vehicle penganekaragaman pangan yang dapat diterima luas oleh masyarakat. Dengan memanfaatkan bahan baku dari aneka sumber karbohidrat lokal dan dapat diproduksi secara masal diharapkan beras analog dapat menjadi salah satu jawaban untuk mengantarkan aneka karbohidrat ke meja makan masyarakat Indonesia.

  Secara perlahan, pengembangan beras analog diharapkan dapat merubah cara pandang masyarakat bahwa pangan pokok kita tidak hanya beras. Dan yang lebih penting diharapkan dapat merubah presepsi masyarakat termasuk media masa bahwa konsumsi karbohidrat selain nasi bukan hanya karena kondisi kelaparan. Jika kondisi ini dapat dicapai, kita dapat berharap bahwa aneka sumber karbohidrat tidak hanya dalam bentuk beras analog tetapi dapat juga dalam bentuk olahan lain seperti starch noodle, atau produk olahan lainnya dapat menjadi pangan pokok pilihan selain beras.

  Merubah kebiasaan orang apalagi menyangkut kebiasaan makan tentu bukan pekerjaan yang mudah, akan tetapi bukan juga tidak mungkin. Diperlukan sosialisasi yang terus menerus dan kerjasama yang baik antara semua pihak dan tentu saja keteladanan dari para pemimpin bahwa konsumsi selain nasi adalah sehat. Dan yang tidak kalah pentingnya pemerintah harus berani membuat kebijakan untuk mendukung percepatan program ini secara konsisten. Penumbuhkembangan industrialisasi pangan pokok berbasis sumber karbohidrat lokal memerlukan dukungan semua pihak. Akademisi, swasta dan pemerintah harus bergandengan tangan untuk mengembangkannya.

  Peneliti lintas bidang perlu terus melakukan upaya untuk menghasilkan beras analog yang dapat diterima masyarakat baik dari sisi harga maupun rasanya. Dalam hal ini peneliti on farm bersama-sama petani harus terus berupaya meningkatkan produktifitas komoditas penghasil karbohidrat non padi sehingga dapat menunjang kebersilan industrialisasi beras analog. Dengan produktifitas yang tinggi akan menghasilkan produk yang lebih kompetitif yang pada akhirnya akan menjamin keberlanjutannya. Sedangkan peneliti off farm harus terus berupaya untuk dapat meingkatkan kualitas sensori beras analog juga menggali nilai fungsional yang dapat dijadikan sebagai nilai lebih beras analog. Upaya menggali nilai fungsional seperti beras analog indeks glikemiks rendah untuk pendertita diabetes, beras analog antikolesterol dan beras analog antikanker yang sudah mulai diteliti harus terus dikembanghkan sehingga diperoleh hasil yang diakui baik dunia akademik maupun masyarakat luas.

  Swasta memegang peran yang sangat sentral untuk keberhasilan industrialisasi/komersialisasi beras analog. Peran swasta pada komersialisasi beras analog akan dapat mendorong ketersediaan beras analog di masyarakat. Hal ini penting untuk memberikan keyakinan masyarakat untuk mengkonsumsi beras analog. Sedangkan dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan fiskal dan sosialisasi diperlukan untuk menarik peran swasta mau masuk bisnis industri ini. Pemerintah perlu memberikan insentif kepada industri yang menghasilkan produk penguat program penganekaragaman pangan berbasis pangan lokal. Hal ini penting karena selain akan memperkokoh ketahanan pangan nasional juga akan dapat menciptakan nilai tambah yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.

  Upaya lintas sektor tersebut diperlukan untuk mendorong masyarakat dapat menerima beras analog sebagai pilihan pangan pokok. Hal ini menjadi penting, bila masyarakat sudah menerima bahwa beras analog sebagai pilihan pangan pokok, diharapkan secara perlahan tapi pasti dapat merubah presepsi masyarakat bahwa pangan pokok tidak hanya beras dan konsumsi pangan pokok selain beras bukan karena kelaparan. Dan kalau kondisi ini dapat terjadi, kita dapat berharap bahwa pencapaian ketahanan pangan melalui kedaulatan pangan dan kemandirian pangan seperti yang diamanatkan UU Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan dapat diwujudkan. enunjukkan beras analog yang dihasilkan pada suhu 90oC memiliki susunan molekul yang lebih teratur sehingga mempunyai kekerasan yang lebih tinggi.

DOWNLOAD PDF

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Scroll to Top