Nutrisi Mikro untuk Hindari Stres Oksidatif

Kesibukan masyarakat modern beraktivitas membuat sebagian besar orang lupa mengonsumsi nutrisi mikro seperti vitamin dan mineral. Ditambah polusi udara, seperti merokok dan asap kendaraan bermotor, mereka semakin tergiring pada situasi stres yang berkepanjangan.

Stres akibat terpapar polusi udara inilah yang memicu terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif adalah keadaan ketika jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisasinya.

Akibatnya, intensitas proses oksidasi sel-sel tubuh normal menjadi semakin tinggi dan menimbulkan kerusakan yang lebih banyak. Literatur medis membuktikan bahwa stres oksidatif adalah penyebab utama penuaan dini dan timbulnya penyakit kronis seperti kanker, penyakit jantung, dan alzheimer.

Peneliti makanan dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Purwiyatno Hariyadi, mengatakan pada dasarnya semua sel tubuh mengalami oksidasi, yaitu pembakaran oleh oksigen yang akan menghasilkan CO2 (karbon dioksida) dan H2O (air) serta energi.

Air sebagian diserap dan sebagian dibuang bersama CO2. “Namun, akan berbahaya bila proses oksidasi melibatkan radikal bebas seperti asap rokok dan polusi udara,” ujarnya.

Radikal bebas dapat dihasilkan dari metabolisme normal di dalam tubuh atau paparan sinar ultraviolet, asap rokok, dan polusi lainnya. Aktivitas yang berbahaya dari radikal bebas dapat merusak membran, enzim, dan DNA.

Namun, menurut Purwiyatno, stres oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang cukup dan optimal ke dalam tubuh. Antioksidan memunyai kemampuan untuk menghancurkan radikal bebas dan memelihara sel-sel tubuh, termasuk sel-sel imun dari stres oksidasi.

Penelitian yang dilakukan Fakultas Ekologi Manusia IPB menunjukkan suplementasi multivitamin mineral yang mengandung vitamin dan mineral antioksidan dapat memperbaiki status beberapa nutrisi antioksidan dan kadar superoksida dismutase (SOD).

SOD adalah enzim yang berfungsi memperbaiki sel dan mengurangi kerusakan sel yang ditimbulkan oleh superoksida dan radikal bebas yang terdapat dalam tubuh. SOD terdapat di bagian luar dan dalam sel, dan sebagai senyawa yang dapat menghasilkan kulit sehat.

Bekerja dengan cara melindungi sel dan jaringan dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas oksigen, seperti anion superoksida, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida.

Penelitian dilakukan terhadap 150 karyawati pabrik berusia 25 – 41 tahun. Mereka merupakan kelompok wanita usia subur yang berisiko kekurangan zat gizi mikro dan terpapar stres oksidatif karena bekerja massal di ruang terbatas dan bekerja dalam posisi berdiri dalam waktu yang cukup lama.

Penelitian dilakukan selama 70 hari dengan membagi sampel ke dalam dua kelompok besar, yaitu mereka yang diberi suplemen multivitamin dan plasebo. Plasebo merupakan pil yang tidak mengandung zat apa pun.

Komposisi suplemen multivitamin mineral yang diberikan terdiri dari vitamin C, vitamin E, vitamin A, vitamin B6, asam folat, vitamin B12, vitamin D, selenium (Se), tembaga (Cu), dan zat besi (Fe).

Para pekerja itu mengonsumsi suplemen satu tablet per hari selama 70 hari. Setelah suplementasi selama sepuluh minggu, terjadi perubahan kadar SOD sampel, yaitu pada plasebo 1274 + 417 unit/gr Hb.

Adapun pada responden yang mengonsumsi multivitamin mineral mencapai 1550 + 598 unit/gr Hb. Hasil uji menunjukkan suplementasi multivitamin dan mineral memengaruhi kenaikan kadar SOD secara signifikan (p<0,05).

Kadar SOD naik 47 persen. Ketua Tim Peneliti, Rimbawan, mengatakan sebenarnya enzim SOD ini sudah ada dalam tubuh, tetapi memerlukan bantuan nutrisi mikro, seperti tembaga (Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn), agar bisa bekerja optimal.

Tidak Berpasangan

Radikal bebas merupakan atom atau molekul sebuah elektron yang tidak berpasangan di orbital sebelah luar (contohnya, O- atau OH-). Elektron tidak berpasangan itu kemudian mencari pasangannya dari sel sehingga merusak sel sehat.

Radikal bebas dapat dibentuk karena metabolisme normal, polusi, tekanan O yang tinggi, radiasi, kimia, dan obat-obatan. Konsentrasi antioksidan yang rendah dalam darah (vitamin A, C, dan E) mengakibatkan meningkatnya stres oksidatif.

Menurut hasil penelitian yang sama, sekadar mengonsumsi vitamin C memang memperbaiki kadar vitamin C dan A, tetapi tidak memperbaiki kadar SOD. ”Vitamin bekerja dengan lebih baik jika dikonsumsi sebagai satu kesatuan dengan zat gizi mikro lain,” ujarnya.

Sebagai contoh, vitamin C menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler sehingga mampu menghilangkan senyawa radikal. Di samping itu, vitamin C diperlukan dalam regenerasi vitamin E teroksidasi.

Vitamin E dikenal sebagai antioksidan yang mampu menghentikan rantai reaksi radikal bebas. Namun, dengan menyumbangkan hidrogen, vitamin E sendiri menjadi radikal. Hanya saja, radikal vitamin E lebih stabil.

Vitamin E teroksidasi yang terbentuk itu dapat diregenerasi kembali oleh senyawa pereduksi seperti vitamin C sehingga vitamin E dapat berperan kembali dalam memutus rantai radikal bebas.

Kalangan manakah yang rentan stres oksidasi? Mengutip keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rimbawan mengatakan, banyak kalangan rawan stres oksidasi, yakni anak-anak, ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur, serta lansia.

Mereka membutuhkan suplemen jika tidak mampu memenuhi kebutuhan nutrisi mikro dari makanan. Kelompok lain yang biasanya membutuhkan suplemen atau vitamin dari buah dan sayur ialah pengonsumsi alkohol berat, perokok, mereka yang terkena penyakit infeksi, dan individu yang terpapar stres oksidatif.

Perempuan termasuk rawan terhadap stres oksidatif. Berdasarkan data WHO, wanita pekerja merupakan kelompok wanita usia subur yang rawan terkena masalah kurang gizi mikro.

Selain disebabkan oleh stres, baik stres lingkungan maupun karena beban kerja, wanita mengalami menstruasi secara berkala serta cenderung berdiet. Ahli kardiologi, Djoko Maryono, mengatakan orang dengan permasalahan pembuluh darah dan diabetes juga cenderung membutuhkan tambahan vitamin dan mineral.

”Radikal bebas merusak pembuluh darah sehingga terjadi penuaan pembuluh darah. Kerusakan biasanya ditandai dengan penyempitan dan penggumpalan,” pungkasnya.
wan/L-1. Sumber

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Scroll to Top