Sudah bukan rahasia lagi bahwa susu merupakan sumber gizi yang sangat kaya. Susu mengandung sekurangnya 14 dari 18 vitamin dan mineral yang paling dibutuhkan tubuh setiap hari.
Namun, beberapa tahun terakhir ini muncul keraguan akan kualitas mutu dan gizi susu sapi karena sistem peternakan dewasa ini sapi lebih banyak dikandangkan dan tidak lagi makan rumput. Keterbatasan lahan dan sulitnya mendapat rumput membuat sapi-sapi di era modern ini lebih sering mendapat pakan ternak konsentrat.
Makanan sapi memang memengaruhi kualitas susu. Namun, secara umum tidak ada perbedaan mencolok antara sapi yang diberi makan rumput atau konsentrat. “Perbedaan mungkin hanya komponen mikronya saja, kalau komponen makronya mirip-mirip,” tutur Purwiyatno Hariyadi, PhD, ahli teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor.
Demikian juga halnya dengan susu organik. Purwiyatno mengatakan, peternakan organik sebenarnya lebih memberikan kaidah lingkungan, tetapi tidak ke produknya. “Sapi ataupun tanaman yang diberikan makanan alami atau buatan, hasil produknya tak berbeda jauh,” katanya.
Bukan hanya susu, produk organik lainnya juga secara gizi dan keamanan mutu sama saja. “Bila dibandingkan, ada kelebihan pada produk organik, tapi juga ada kekurangannya. Hingga saat ini belum ada data yang mengatakan yang satu lebih baik dari lainnya,” ujar Direktur Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology ini.
Sementara itu, anggapan bahwa sapi yang dikandangkan lebih stres dibanding sapi yang dibiarkan bebas di rumput, menurut Purwiyanto, tidak akan memengaruhi kualitas gizinya. “Pengaruhnya mungkin lebih kepada jumlah produksi susunya, bukan nilai gizinya,” urainya.
Ia menambahkan, konsumen tidak perlu khawatir pada kualitas gizi susu sapi. “Kalau kita bicara tentang produksi massal, pasti hasil akhirnya akan distandardisasi oleh industri. Tinggal dilihat saja di label kemasan tentang informasi gizinya,” katanya. (Sumber: www.kompas.com)