News

Es Krim dari Ubi Jalar, Kenapa Tidak?

es krim ubiUbi jalar (Ipomea batatas) bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan. Mulai dari menu sarapan pagi (sweet potato flakes), kue kering, bahkan es krim.

Sejumlah mahasiswi Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) terlihat sedang praktikum di laboratorium kampus itu. Beberapa di antaranya sedang membaca resep kue. “Kami sedang membuat es krim dengan bahan dasar ubi jalar. Yang lainnya membuat makanan sarapan pagi. Juga dari ubi jalar,” kata seorang mahasiswi di situ ketika berbincang di Laboratorium Teknologi Pangan dan Gizi IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat, Rabu (5/11).

Es Krim dari ubi jalar? Menurut pakar Ilmu Pangan IPB, Sutrisno Koswara, ketika ditemui Pembaruan di ruang kerjanya, ubi jalar (Ipomea batatas) bisa diolah menjadi berbagai jenis makanan. Mulai dari menu sarapan pagi (sweet potato flakes), kue kering, bahkan es krim. “Mengapa tidak bisa? Ubi jalar kan bisa dijumpai di mana saja? Ini mungkin terobosan baru dalam pembuatan es krim,” jelas dia.

Sutrisno mengatakan, masyarakat masih banyak yang tidak tahu bahwa ubi jalar yang selama ini diasosiasikan sebagai makanan kelas dua dan hanya dikonsumsi oleh penduduk desa ternyata bisa diolah menjadi makanan yang bernilai jual tinggi untuk golongan menengah ke atas.

“Persepsi itu yang mungkin bisa kita ubah. Misalnya, masyarakat kita terbiasa dengan corn flakes. Ternyata ubi juga bisa dijadikan sarapan pagi. Rasanya ternyata lebih enak dibandingkan corn flakes. Kita menyebut sweet potato flakes. Begitu juga dengan es krim. Tentu saja warnanya tergantung ubi jalarnya. Tidak perlu flavor buatan. Ubi jalar itu harus dibuat tepung ubi jalar instan (mashed sweet potato) dulu untuk es krim,” jelas dia.

Tingginya vitamin yang dihasilkan pada ubi jalar membuat para peneliti IPB mengembangkan makanan dengan ciri khas makanan asli masyarakat Indonesia. Sebut saja betakaroten. “Ternyata, ubi jalar mengandung kadar betakaroten yang tinggi dan itu penting untuk mengatasi defisiensi vitamin A yang kerap dijumpai pada masyarakat pedesaan,” kata dia.

Selain itu, ubi jalar juga bisa dijadikan obat karena mengandung probiotik. “Probiotik ini penting sekali karena sebagai pakan mikroba di dalam usus sehingga pencernaan akan menjadi sehat,” jelasnya.

Ketika ditanyakan apakah masyarakat luas bisa menikmati produk-produk alternatif makanan berbahan baku ubi jalar, Sutrisno menjelaskan, untuk sweet potato flaker masyarakat sudah bisa menikmatinya.

Namun, produk itu belum banyak karena masih diproduksi IPB dalam skala kecil. “Kalau untuk es krim, kita belum buat dalam skala besar. Tapi kalau ada yang mau mencicipinya bisa datang ke IPB. Mungkin, tahun depan es krim ubi jalar sudah bisa dipasarkan luas. Sudah ada perusahaaan besar yang tertarik dengan temuan kami,” ucapnya.

Sudut Pandang

Sementara itu, pakar teknologi pangan IPB Dr. Dahrul Syah, menjelaskan, dengan ditemukannya alternatif makanan yang berbahan baku ubi jalar, tentunya akan bisa mengubah sudut pandang masyarakat yang selama ini meremehkan ubi jalar.

“Sering kali bangsa kita masih kurang percaya diri dengan makanan sejenis ini sehingga banyak sekali pengeluaran negara untuk western food,” katanya.

Ironisnya, lanjut Dahrul, masyarakat masih bangga mengonsumsi makanan produk luar, padahal bahan lokal tidak kalah bergengsinya. “Mungkin, kita akan kaget ternyata ubi jalar mengandung vitamin yang begitu penting untuk tubuh kita,” kata dia.

Selain betakaroten dan probiotik, papar Dahrul, ubi jalar ternyata banyak mengandung zat antioksidan yang dapat dijadikan pewarna alami. “Misalnya pada ubi jalar ungu. Ubi itu banyak mengandung anthocyanin SP,” kata dia.

Dahrul menjelaskan, ubi jalar dianggap penting karena selama ini bangsa Indonesia memiliki kebergantungan yang cukup tinggi pada beras sebagai sumber utama pemenuhan pangan. Dengan jumlah penduduk mencapai sekitar 214 juta pada tahun 2002, kebutuhan beras makin sulit dipenuhi oleh produksi beras nasional yang mencapai sekitar 32 ton.

“Hal itu tentunya mengakibatkan terjadinya impor beras yang mencapai sekitar 3 juta ton per tahun pada 2002. Ketergantungan itu menjadi pemicu kerawanan ketahanan pangan nasional,” papar dia.

Kendala produksi ubi jalar, menurut Dahrul, masih minimnya hasil panen ubi jalar. “Sekarang bagaimana petani kita bisa menghasilkan sekitar 20 ton per hektare ubi jalar per panen. Saat ini, produksi nasional paling hanya bisa sekitar 10 ton ubi jalar per panen,” kata dia.

Ketika disinggung mengenai hak paten, Dahrul menjelaskan, scientific research mengenai ubi jalar sedang dalam proses hak paten. “Untuk hak paten memang dibutuhkan biaya yang tinggi. Para peneliti di sini berharap pemerintah ikut melakukan kontribusi. Karena, ada sekitar 50-60 temuan terbaru yang belum dipatenkan. Namun, semoga hak paten itu cepat terwujud,” kata dia. Sumber

error: Content is protected !!