News

Produk Pangan, Apakah Selezat di Iklan?

Oleh: Uswatun Hasanah, MSi
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB
Peneliti SEAFAST Center
Uji Sensori Pada Pangan

  Jika mengamati advertorial di televisi mengenai produk pangan, tentu kita akan menemukan banyak sekali produk baru yang diluncurkan ke pasaran. Iklan tersebut umumnya menampilkan konsumen (diwakili bintang iklan) yang sedang mengonsumsi makanan atau minuman tertentu, lalu menunjukkan ekspresi kepuasan setelahnya. Namun, apakah benar produk pangan yang diiklankan tersebut selezat yang ditampilkan di iklan?

  Sebelum diluncurkan ke pasaran, produk pangan baru akan melalui empat tahapan. Beberapa prototype hasil penelitian dan pengembangan diuji pertama kali dalam tim kecil di internal perusahaan atau produsen. Tahap kedua, prototype yang lolos pengujian dievaluasi sensori di internal perusahaan tanpa menunjukkan identitas produk tersebut, seperti merk atau produsen. Sejumlah prototype yang lolos pengujian dievaluasi kembali secara sensori pada tahap ketiga, namun panelis yang digunakan adalah sejumlah konsumen target pemasaran produk. Pada tahapan ini identitas prototype dapat disertakan ataupun tidak. Tahapan pengujian akhir atau keempat adalah evaluasi sensori oleh konsumen target yang lebih luas dengan menyertakan identitas prototype. Dari sekian banyak prototype yang didesain di awal, hanya sedikit prototypeyang akan lolos empat tahap pengujian tersebut. Prototype inilah yang selanjutnya diluncurkan ke pasaran.

Evaluasi Sensori oleh Konsumen

  Penerimaan konsumen terhadap produk tentunya tidak hanya berdasarkan rasa, tetapi juga atribut atau sifat lainnya, seperti warna, rasa, aroma, flavor, tekstur, dan keseluruhan (overall). Semua atribut ini dinilai menggunakan indera manusia, dan pengujian yang dilakukan disebut dengan evaluasi sensori atau uji organoleptik. Di Indonesia, pedoman evaluasi sensori dapat dilihat pada SNI 01-2346-2006 mengenai Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Berkaitan dengan penerimaan konsumen, evaluasi sensori yang dilakukan tergolong uji afektif karena hasil yang diharapkan adalah penilaian kesukaan (hedonik) terhadap produk.

  Beberapa metode uji afektif di antaranya adalah uji ranking hedonik, uji rating hedonik, dan uji preferensi. Pada uji ranking hedonik, beberapa produk disajikan secara bersamaan dan panelis diminta mengurutkan berdasarkan tingkat penerimaan atau kesukaan. Ranking 1 menunjukkan produk yang paling disukai pada pengujian tersebut. Uji rating hedonik dilakukan menggunakan skala kesukaan, misalnya 1 sampai 5, dengan atau tanpa deskripsi berupa kalimat. Deskripsi yang diberikan misalnya 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Produk disajikan satu-persatu, dan panelis diminta untuk memberikan nilai dengan skala yang telah disediakan tanpa membandingkan satu produk dengan produk lainnya. Metode uji afektif lainnya adalah uji preferensi. Pada pengujian tersebut, panelis diminta untuk memilih satu dari dua atau beberapa produk yang disajikan.

  Uji penerimaan konsumen dapat dilakukan di laboratorium, di tempat umum seperti mall, ataupun di rumah-rumah konsumen. Lokasi uji penerimaan konsumen tentunya tetap memerhatikan kaidah uji sensori pada umumnya, misalnya meminimumkan interaksi antarpanelis. Jumlah panelis yang dilibatkan dalam uji penerimaan konsumen cukup besar, yaitu 70-100 orang, untuk memastikan bahwa hasil yang diperoleh merepresentasikan pendapat konsumen.

  Hal yang tak kalah penting dalam pelaksanaan uji afektif adalah kesesuaian panelis dengan user atau pengguna produk yang dituju. Kriteria user dapat berupa rentang usia (anak-anak, remaja, dewasa, lansia), jenis kelamin, pekerjaan, kondisi kesehatan, hingga kesukaan terhadap produk pangan tertentu. Dengan metode seleksi prototype yang sesuai dan uji konsumen yang tepat, dapat dipastikan bahwa produk pangan yang diluncurkan selezat yang ditampilkan di iklan.

error: Content is protected !!