News

Nipagin Indomie Layak Konsumsi

indomie-nipaginBOGOR – Kandungan nipagin atau natrium benzoat metil p-hidroksi menjadi pro kontra. Di Taiwan, kandungan senyawa kimia itu dalam Indomie menyebabkan produk tersebut ditarik dari peredaran. Namun, menurut ahli pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Purwiyatno Hariyadi PhD, nipagin layak dikonsumsi.

Ia hanya senyawa penghambat mikroba di bumbu kecap. Bahkan sesuai standar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), kadarnya hanya 250 miligram per satu kilogram. Sementara standar internasional dari Eropa, yaitu Eropa Food Safety Authority (EFSA) dan lembaga Codex -lembaga dari WHOmengatakan, 1.000 mg/1 kg masih aman.

“BPOM atau Codex dan EFSA sebagai lembaga yang menjadi pedoman standar keamanan pangan sangat detail mengkaji nipagin sebagai bahan kimia tambahan pangan,” ujar Prof Purwiyatno Hariyadi yang juga Direktur South East Asia Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center.

Menurut dia, bumbu kecap dalam Indomie sebanyak 4 mg, sedangkan kandungan nipagin hanya 1 mg. Selain itu, acceptable daily intake (ADI) nipagin atau asupan harian yang dapat diterima adalah 10 mg/kg berat badan.

“Nipagin tak memicu kanker. Jika konsumsinya melebihi standar internasional akan menimbulkan gangguan pada fungsi hati,” ucapnya.

Nipagin sebagai bahan tambahan makanan ini, terus dikaji oleh Codex dan direvisi sejak 1970 hingga terakhir Juni 2010. Menurut dia, permasalahan penarikan mi instan ini merupakan hal yang wajar karena perbedaan keamanan pangan. “Tak aneh karena Taiwan sendiri tak mengikuti standar dari AFSA dan Codex,” tukas Prof Purwiyatno Hariyadi.

Menurut dia, sebagai produsen besar, Indomie tak main-main dalam keamanan mutu produknya. Malah, sekarang ini yang harus dikhawatirkan adalah produsen kecil. “Makanya, pemerintah harus membantu produsen kecil dalam masalah keamanan pangan ini,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor Triwandha Elan mengaku belum mendapat instruksi apa pun terkait penarikan Indomie di Taiwan. ‘’Kami masih berkoordinasi dengan BPOM pusat,’’ ujar Dodo, sapaan akrab Triwandha Elan.

Rencana pembahasan soal Indomie yang sedianya dilakukan di kantor Dinkes urung, mengingat ini bukan kapasitasnya.

Terkait zat yang terkandung dalam Indomie, pihaknya ikut ‘fatwa’ BPOM yang menjamin seluruh mi instan buatan dalam negeri aman dikonsumsi. Sedangkan Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bogor, Mangahit Sinaga menegaskan, warga Bogor tak terpengaruh dengan kabar penarikan Indomie di Taiwan.

‘’Kami sudah survei ke pasar dan supermarket, tak ada gejala yang signifikan,’’ ujar Sinaga. Menurut dia, semuanya berjalan normal. Ia pun mengimbau masyarakat agar tak terpengaruh isu-isu yang belum tentu kebenarannya.’’Untuk Indomie saya jamin aman dan layak konsumsi,’’ pungkasnya.

SINGAPURA CEK KADAR PENGAWET INDOMIE

Pencekalan produk Indomie yang dilakukan pemerintah Taiwan membuat pemerintah Singapura ketar ketir menjual produk mie instan buatan asli Indonesia itu.

Seperti yang dilansir dari situs www.channelnewsasia.com pada Senin (11/10) lalu menyatakan, Singapura Agri Food and Veterinary Authority (AVA) langsung menginvestigasi terhadap produk Indomie yang dipasarkan di Singapura. Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa Indomie yang dijual di Singapura aman untuk dikonsumsi.

Singapura AVA menyebut hidroksi asam benzoat seharusnya tidak dimasukkan dalam kandungan mie instan. Meski pengujian kadar pengawet sudah dilakukan, AVA tidak merencanakan penarikan indomie saat ini.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih. Dia optimis Singapura tidak ikut menarik produk Indomie seperti yang dilakukan Taiwan.

“Sebenarnya belum kami cek, tapi saya yakin tidak sampai ditarik,” ujarnya di Kemenkes, kemarin.

Endang menuturkan, sesuai dengan daftar yang terdaftar dalam Codex Alimentrius Comission (CAC), Singapura memberlakukan batas maksimum nipagin atau methyl phydroxybenzoate seberat 250 miligram perkilogram produk. “Artinya batas nipagin Singapura dengan Indonesia kan sama,” tuturnya.

Endang menegaskan, kandungan nipagin itu hanya ada di dalam kecap Indomie, bukan dalam mie itu sendiri. Kemarin pagi Endang mengaku telah berkonsultasi dengan ahli teknologi pangan mengenai keamanan konsumsi nipagin dalam tubuh.

“Jangan dikira bahan itu sangat berbahaya, kalau dikonsumsi dalam batas wajar tentu aman,” jelasnya.

Endang menjelaskan, dalam sebuah mi instan biasanya disertai kecap yang dikemas dengan berat 4 gram. Di dalam kemasan kecap tersebut terkandung nipagin seberat 1 miligram saja.

Sementara kadar aman nipagin dalam tubuh, menurut Endang, tergantung berat badan seseorang karena berat tubuh akan dikalikan 10 miligram per kilogram. Dia mencontohkan, jika berat badan seseorang mencapai 50 kilogram, maka batas aman konsumsi nipagin orang bersangkutan yakni 500 miligram per hari. “Berat 500 miligram itu sama dengan kita makan kecap dua kilogram,” tegasnya.

Endang mengaku belum mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penarikan Indomie di Taiwan. Karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara tersebut, maka pemerintah sedang berusaha mencari jalan keluar dengan mengecek barang melalui perwakilan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Taiwan.

DI TAIWAN, MI JADI MAKANAN POKOK

Ahli gizi pangan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Annis Catur Adi mengatakan, risiko penggunaan bahan tambahan makanan pada mi instan bergantung kepada bahan yang digunakan dan paparan atas bahan tersebut. “Semakin besar konsentrasi bahan, risiko bahayanya juga semakin tinggi,” tuturnya.

Annis mengatakan, penggunaan bahan tambahan makanan berupa nipagin biasanya digunakan untuk pengawet makanan olahan yang relatif basah.

“Tujuannya, mengantisipasi kerusakan makanan selama proses distribusi,” terangnya.

Namun, Annis yakin, kadar nipagin 250 mg/kg dalam mi instan sudah sesuai dengan perhitungan gizi pangan untuk masyarakat di Indonesia. Perhitungan kadar tersebut menjadi panduan produsen karena mi di Indonesia bukan makanan pokok, tetapi sebagai alternatif pengganti makanan pokok.

“Ambang batas kandungan nipagin dalam mi instan aman karena besar kemungkinan tidak untuk dikonsumsi setiap hari secara rutin,” papar dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) itu.

Sedangkan di Taiwan, menurut dia, mi merupakan makanan utama masyarakat di sana. Karena itu, Pemerintah Taiwan tidak memperbolehkan adanya pengawet dalam setiap mi yang dijual di negaranya. “Setiap hari orang Taiwan makan mi sama dengan kita makan nasi. Jadi, wajar kalau mereka sangat memperhatikan adanya zat pengawet dalam mi yang dikonsumsi warganya,” tuturnya. (yud/nie/nuq/c4/ari). Sumber: http://www.radar-bogor.co.id

error: Content is protected !!