News

Bukan Susu Biasa

Susu sudah menjadi bagian penting dalam kebutuhan gizi masyarakat sehari-hari. Produk hasil industri peternakan ini merupakan salah satu bahan makanan dan minuman yang sangat vital dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat terutama untuk pertumbuhan.

Di sisi lain, susu juga sekaligus merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai yang sangat strategis karena nilai bisnisnya yang tinggi. Terlebih lagi kebutuhan produksi susu dalam negeri yang sampai saat ini belum dapat terpenuhi, sehingga  importasi bahan baku industri susu dalam jumlah yang sangat besar dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Fakta ini menunjukkan bahwa dari sisi bisnis, beternak sapi perah merupakan salah satu peluang bisnis paling menjanjikan. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian RI Zaenal Bachruddin mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu, pada saat ini Indonesia masih mengimpor dalam jumlah yang sangat besar yaitu sekitar 74% dari total kebutuhan industri susu di dalam negeri.

“Populasi sapi perah pada tahun 2008 sebesar 408.000 ekor dengan laju pertumbuhan 2,5%. Dari jumlah populasi tersebut sebagian besar tersentralisasi di Pulau Jawa (98%) dan sisanya tersebar di beberapa wilayah luar Jawa. Konsentrasi populasi sapi perah di Pulau Jawa ini terkait erat dengan keberadaan industri pengolahan susu (IPS) skala besar yang sampai saat ini masih  terkonsentrasi di Pulau Jawa,” jelasnya. Produksi susu dalam negeri baru saat ini baru mencapai sekitar 636.8 ribu ton per tahun dan hanya mampu memenuhi sekitar 26% dari kebutuhan konsumsi susu nasional. Ketergantungan yang tinggi terhadap susu impor dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerawanan terhadap ketahanan pangan produk asal hewan. Oleh karena itu, Bachruddin mengharapkan agar semua pihak terkait dapat bersinergi untuk fokus pada upaya peningkatan produksi susu dalam negeri baik melalui peningkatan produktivitas maupun peningkatan populasi sapi perah.

Sapi penghasil susu ini merupakan ternak  yang sangat tepat untuk dikembangkan, karena sapi perah dapat menghasilkan sekaligus dua produk utama yaitu susu dan daging dan paling efisien dalam mengonversi pakan menjadi produk pangan.  Hal ini juga sangat sesuai dengan kondisi sekarang yakni banyak terjadi kasus gizi buruk sehingga untuk pemulihan status gizi tersebut, pemberian susu nampaknya paling tepat. “Industrialisasi perdesaan berbasis sapi perah rakyat, pada hakekatnya membangun ekonomi kerakyatan di tingkat desa dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga peternak sapi perah rakyat melalui peningkatan produksi dan produktifitas serta nilai tambah hasil usaha ternak sapi perah,”kata Guru Besar Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta ini.

Tantangan industri susu
Tantangan utama pengembangan persusuan nasional adalah lambatnya laju perkembangan populasi sapi perah dan masih rendahnya produktivitas dan kualitas susu produksi para peternak kita. Rendahnya mutu susu peternak ini tentu saja berimbas pada pengurangan harga. Maka, Bachruddin menegaskan tentang upaya di bidang persusuan yang akan terus dilakukan untuk meningkatkan populasi sapi perah, peningkatan produktivitas dan kualitas susu hasil produksi peternak. Selain itu, pemerintah juga bertekad untuk lebih mengharmoniskan pola tata niaga susu antara peternak, koperasi dan industri pengolahan susu (IPS). “Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi segar segar di dalam negeri, diperlukan peningkatan populasi sapi perah dalam jumlah yang besar. Pemerintah telah menargetkan peningkatan populasi sapi perah sekitar 200 ribu ekor setiap tahun,” ucap Bachruddin.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam membangkitkan industri susu adalah mengembangkan usaha industri pengolahan skala kecil di perdesaan. Pemerintah telah merintis pembangunan Unit Pengolahan Susu Pasteurisasi yang dikelola oleh Gabungan Kelompok peternak (Gapoknak). Kebijakan ini diiringi dengan promosi gerakan minum susu segar.  “Susu segar merupakan bahan pangan yang sangat penting dan menjadi komoditi strategis dari subsektor peternakan. Karena, susu adalah salah satu sumber protein hewani penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, yang mempunyai kontribusi nyata pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia,” ujar Dirjen P2HP Kemtan ini. Oleh karena itu, ia mengingatkan tentang  perlu adanya upaya nyata dari seluruh pemangku kepentingan di bidang persusuan untuk bersinergi mendorong memasyarakatkan minum susu segar sejak usia dini.

Pemerintah telah mengupayakan hal ini dengan menyebarluaskan informasi mengenai manfaat susu segar bagi pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan. Langkah itu yakni berupa kampanye mengajak masyarakat luas mengkonsumsi susu segar sebagai makanan cair yang sangat bermanfaat bagi tubuh, dan meningkatkan Industri persusuan yang dapat menguntungkan bagi peternak sapi perah.  “Kementerian Pertanian melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.  2182/kpts/PD.420/5/2009 telah menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Susu Nusantara yang bertepatan dengan Hari Susu Sedunia yang dicanangkan pada tahun lalu di Pasuruan Jawa Timur yang bertujuan untuk meningkatkan gizi masyarakat luas dengan mengkonsumsi susu segar berkualitas, serta meningkatkan industri peternakan dan pengolahan susu di Indonesia,” urai Bachruddin.  Fokus Hari Susu Nusantara meliputi pembinaan peternakan sapi perah dalam negeri, pengembangan pemasaran susu segar berkualitas. Ia menandaskan, Hari Susu Nusantara harus juga merangkul dan mengapresiasi Industri persusuan nusantara yang menggunakan susu lokal berkualitas.

Untuk mendukung kampanye minum susu di tingkat masyarakat, produk susu segar dari peternak harus mendapat dukungan teknologi yang efisien sehingga bisa mengawetkan susu, namun sekaligus bisa mempertahankan nilai-nilai gizi susu yang ada di dalamnya. Teknologi itu kini telah tersedia, dan bisa diakses oleh kalangan industri baik industri skala besar maupun kecil dan menengah. Teknologi itu yakni yang dikenal sebagai teknologi ultra high temperature (UHT).

Mengawetkan susu dengan teknologi UHT
UHT merupakan penemuan terpenting di bidang ilmu pangan pada abad 20, dan teknologi ini kini sudah umum dilakukan pada produk-produk susu. Pada prinsipnya, teknologi ini adalah kombinasi antara penggunaan suhu tinggi dan dilakukan dalam waktu singkat, sehingga memberikan tingkat kematian mikroba sesuai dengan yang diinginkan. Pada saat yang sama, zat gizi yang terkandung di dalamnya masih terlindungi, sehingga kerusakan mutu dan gizi menjadi minim.

Pada praktek di industri makanan dan minuman, pakar ilmu pangan Purwiyatno Hariyadi menjelaskan, proses pngawetan produk makanan dan minuman  di industri dapat dilakukan dengan dua metoda, yaitu pemanasan dilakukan  setelah produk dikemas atau sebelum produk dikemas dalam wadah. Proses pengalengan pangan pada umumnya merupakan proses panas produk pangan dalam kemasaan, dimana produk dalam kaleng akan disterilisasikan dengan menggunakan ketel uap (retort). Proses pemanasan demikian berlangsung pada suhu 110-121 derajad Celcius dalam waktu yang sangat lama. Tergantung pada jenis produk pangan dan ukuran kemasannya, proses pemanasan dengan retort bisa berlangsung dari 40 – 120 menit; atau
bahkan lebih.

Sedang, proses panas hight temperature short time (HTST) paling rendah dilakukan pada suhu 135 -150 derajad Celcius selama sekitar 2-15 detik. Proses pamanasan pada suhu tinggi dalam waktu yang singkat ini bisa dilakukan dengan berkembangnya proses pengolahan aseptis. Pada prakteknya proses aseptis ini banyak diaplikasikan untuk proses pengolahan dan
pengawetan produk pangan cair seperti sari buah, telur cair, santan, susu, serta produk pangan cair yang mengadung bahan, seperti bubur kacang hijau dan sup. Lebih jauh Hariyadi menguraikan, pada dasarnya proses pengolahan aspetis terdiri dari tiga komponen utama yaitu proses sterilisasi produk,  proses sterilisasi bahan kemasan, dan proses sterilisasi zona aseptis. Yang dimaksud dengan zona aseptis yakni zona dimana proses pengisian dan penutupan dilakukan secara aseptis (bebas mikroba berbahaya).

Sterilisasi produk biasanya dilakukan dengan menggunakan alat penukar panas atau bahkan dengan pemanasan langsung, sehingga pemanasan bisa dilakukan pada suhu yang sangat tinggi dan waktu yang sangat singkat. Pemanasan seperti inilah yang sering disebut sebagai pemanasan ultra-high temperature (UHT). Pemanasan dengan cara seperti ini dilakukan pada suhu tinggi, antara 135 – 150 derajad Celcius, namun dengan waktu hanya sekitar 2-15 detik. “Pemanasan demikian, mampu membunuh spora bakteri tahan panas sehingga tercapai kondisi sterilitas produk yang diinginkan dan sekaligus mampu meminimisasi tingkat kerusakan mutu, baik tektur, warna, citarasa dan flavor, maupun zat gizinya, “jelas Hariyadi. Ia menambahkan, produk pangan yang populer diproduksi dengan teknik UHT antara lain adalah susu, sari buah, teh, sup, dan produk pangan cair lainnya. Proses pengawetan UHT mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan proses pemanasan biasa; terutama dalam hal mempertahankan kandungan vitamin yang ada di dalamnya, kerusakan protein lebih rendah, pembentukan warna coklat lebih kecil, dan kerusakan bahan makanan yang lebih kecil.

Salah satu industri penyedia teknologi UHT adalah Tetra Pak. Perusahaan yang beroperasi di 165 negara dengan 20 ribu karyawan ini merupakan pelopor teknologi UHT di dunia. Communications Manager Tetra Pak Indonesia Elvira Wongsosudiro menjelaskan, Tetra Pak adalah pelopor teknologi UHT untuk pemrosesan dan pengemasan makanan dan minuman di Indonesia, dengan menggunakan kemasan ‘aseptik’ yang menjaga kesegaran dan kandungan nutrisi alami di dalam susu segar. Tidak hanya itu,”Teknologi ini juga memungkinkan produk susu dapat diawetkan dengan tanpa memerlukan bahan pengawet atau pendinginan,” tambah Elvira. Hal ini dimungkinkan karena  kemasan Tetra Pak memiliki 6 lapisan khusus yang  dapat memberikan perlindungan secara optimal, tahan lama dan mampu menyajikan susu segar sehingga praktis dan aman untuk dikonsumsi.

Dalam hal kampanye minum susu segar yang digalang pemerintah, Tetra Pak Indonesia mendukung langkah itu, dan bahkan mengajak para produsen susu seperti Ultrajaya Milk Industry (Susu Ultra), Indomilk (Susu Indomilk), Greenfields Indonesia (Real Good), PKIS Sekartanjung (Susu Juara) dan Diamond untuk menyukseskan kampanye minum susu ini. (adg). Sumber

error: Content is protected !!